Lulusan SBM ITB, Fahmi Hendrawan, menceritakan perjalanan bisnisnya membangun Fatih Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang fashion.
Fatih Indonesia adalah brand busana muslim pria yang namanya sudah mendunia. Hingga 2017, pendapatannya mencapai Rp 1,2 miliar dengan omzet Rp 200 juta per bulan.
Pendapatan tersebut terus naik. Pada 2018, sales revenue Fatih Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar. Tiap tahun, pendapatannya terus naik.
Untuk mendapatkan apa yang diraihnya sekarang bukan hal mudah. Fahmi melalui banyak rintangan, pengkhianatan, nyaris putus asa, kemudian bangkit lagi.
Fahmi menceritakan, kehidupannya dulu sama dengan orang lain. Lulus kuliah S1, ia bekerja di Bank Bukopin pada 2009.
Memasuki tahun 2013 saat menduduki jabatan manager, ia memutuskan untuk berhenti dan bertekad menekuni hobinya di bidang musik.
Ia menjadi penyanyi kafe dan membuka usaha wedding organizer, music entertainment, hingga berjualan coklat.
Namun usahanya tidak berjalan baik. Puncaknya saat ia ditipu temannya yang mengiming-imingi investasi. Disaat yang sama orangtua Fahmi sedang sakit.
Di saat merasa jatuh ini, ia kemudian terinspirasi Surat Al Araf ayat 31. Ayat tersebut berbunyi:
“Hai anak Adam, pakailah pakaian yang bagus ketika memasuki masjid, dan janganlah berlebih-lebihan karena Allag tidak suka yang berlebih-lebihan”.
Fahmi kemudian melihat sekeliling. Para pria berlalu lalang di masjid menggunakan pakaian yang beragam. Keinginnya bisnis di bidang fashion pun muncul.
Namun, Fahmi sama sekali tak punya basic fashion. Saat itu, di awal 2015, ia mulai belajar fashion dari internet, mendatangi pasar, memahami kain, dan lainnya.
Bahkan ia magang tanpa dibayar di sentra tekstil Pasar Mayestik, Jakarta. Di sini, ia belajar mengukur baju, mengangkut kain, menjahit hingga bisnis busana muslim.
Untuk bertahan hidup, ia tetap menyanyi sesekali. Honor dari menyanyi ini ia kumpulkan hingga ia mampu membeli mesin jahit.
Sedangkan sisa tabungan Rp 10 juta, ia gunakan untuk modal bisnisnya.
Setelah lebih yakin dengan rencana bisnisnya, ia survei tempat produksi dan memilih kampungnya di Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, karena lebih murah.
Setiap 2-3 hari, Fahmi melakukan perjalanan pulang pergi Jakarta-Pameungpeuk dengan bus. Jarak perjalanan yang jauh (lebih dari 6 jam) sesekali membuat ia mabuk.
“Saya pergi Subuh dari Jakarta. Bawa kantong plastik besar naik bus. Lalu sorenya saya balik lagi ke Jakarta, membawa hasil jahitan,” ungkapnya.
Dari Juni-Desember 2015 ia menjalankan hal tersebut. Hingga akhirnya ia mampu menyewa apartemen di Kalibata sebagai tempat produksi.
“Saya meluncurkan produk pertama saya Juni 2015, busana muslim pria berupa baju koko yang ditambah ornamen batik garutan,” tutur Fahmi.
Ia memilih baju koko karena selama ini busana muslim didominasi perempuan. Sedangkan motif garutan diambilnya karena ia orang Garut.
Baju tersebut ia beri brand Fatih, terinspirasi dari Surat Al-Fatihah yang berarti pembuka,” ucap Fahmi.
Melalui nama Fatih, ia berharap bisnisnya menjadi pembuka rezeki bagi dirinya ataupun orang-orang yang bekerja padanya.
Sebab ia menggunakan konsep pemberdayaan. Ia mengangkat anak yatim, orang-orang kampung yang butuh pekerjaan, sebagai pegawainya.
Mereka pulalah yang membuatnya bertahan menekuni bisnis ini. Karena perjalanan bisnisnya berliku.
“Saya ditipu karyawan, ditipu orang, bahan baku kebanjiran. Tak bisa penuhi permintaan saya lempar ke orang, ternyata hasilnya tak sama,” ungkap Fahmi.
Suatu hari, ia sempat ingin berhenti dan kembali saja ke corporate. Namun salah satu penjahitnya di Garut berkata kalau dia tengah bangun rumah.
Setiap sepekan ia menerima gaji dari Fahmi, penjahit itu membelikannya batu bata, pasir, dan lainnya.
“Penjahit itu berkata sekaligus mendoakan semoga bisnis saya lancar. Karena akhirnya ia punya rumah dari bisnis saya ini,” ucapnya.
Mendengar itu, semangatnya kembali tumbuh. Karena bisnis tidak hanya tentang diri sendiri. Bisnis memberikan impact pada orang lain, sehingga jangan hanya berpikir tentang diri sendiri.
Bahkan sebelum pandemi Covid-19, ia ditipu miliaran rupiah. Namun ia tak ingin menyerah dan kembali bangkit karena Fahmi memiliki mimpi.
“Saya bukan cuma jual koko tapi membangun brand,” imbuhnya.
Itulah mengapa, ia tak lelah belajar di bidang ini. Pada 2018, ia mendapat beasiswa dan meraih gelar MBA dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia pun belajar fashion hingga Australia.
Digandrungi artis dan pejabat
Kini, baju tersebut diminati banyak orang. Dalam sebulan, Fahmi bisa menjual 5.000-6.000 pieces.
Pembelinya beragam. Bahkan para artis seperti Irwansyah dan pejabat ataupun politisi seperti Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno menjadi langganan tetapnya.
“Seperti Kang Emil suka pesan baju ke saya untuk keluarganya. Saya pun pernah diundang (Sandiaga Uno) untuk membagikan kisah inspiratif saya di acaranya,” imbuhnya.
Tak hanya di dalam negeri, marketnya pun menyebar di berbagai negara seperti Malaysia, Jepang, hingga Rusia.
Tahun ini pun ia diundang mengikuti London Fashion Week. Namun karena Covid-19, kemungkinan kegiatan batal.